Minggu, 07 Agustus 2016


SEJARAH PONDOK PESANTREN AL FATAH 
PARAKANCANGGAH BANJARNEGARA

KH. ABDUL FATAH
(PENDIRI P.P AL FATAH)

A.     MASA KECIL KH. ABDUL FATAH
Abdullah Faqih, demikian nama seorang bayi yang lahir pada pertengahan abad ke 19 yang kelak setelah menunaikan ibadah haji berganti nama Abdul Fatah. Diperkirakan beliau dilahirkan pada tahun 1860 M di dukuh Sawangan desa Selagara Kecamatan Madukara Kabupaten Banjarnegara Propinsi Jawa Tengah.Putera kedua dari empat putera Simbah Kiyai Naqim tersebut memang dilahirkan di tengah-tengah keluarga “Santri” yang memang teguh ajaran agama Islam.
Masa kecil KH.Abdul Fatah dihabiskan di kampung halamannya bersama orang tua dan saudara-saudaranya.Yahya adalah kakaknya, sedangkan Bahri dan Dahlan adalah adik-adiknya.Demikian menurut penuturan KH. Ridlo Fatah, putera bungsu KH. Abdul Fatah.
Sebagaimana lazimnya situasi pada masa kolonialisme/penjajahan Belanda, masa kanak-kanak KH.Abdul Fatah dilaluinya dalam kondisi yang masih jauh dari alam kemerdekaan.Pendidikan formal yang ditempuhnya, tidak lebih dari tingkat Sekolah Rakyat (SR) setingkat SD saja. Politik Belanda, yang berkuasa lebih tiga abad, menutup jalan rakyat biasa untuk meneruskan pendidikan yang lebih tinggi.
Situasi tersebut tidak mengendorkan semangat KH. Abdul Fatah untuk terus ber- tholabul ‘ilmi. Apalagi didukung suasana agamis keluarga Kiyai Naqim semakin mendorong himmah (cita-cita) KH.Abdul Fatah untuk tidak berhenti-hentinya menimba ilmu agama Islam. Sehingga, hampir semua waktunya dimasa kecil dihabiskan untuk mengaji kepada ayahnya, serta di “langgar” Dukuh Sawangan .

Sebagai anak petani, KH.Abdul Fatah juga mengisi masa-masa di kampungnya dengan membantu orang tuanya dalam bercocok tanam di sawah. Keterampilan pertanian inilah, nantinya akan membentuk sikap tangguh dan dewasa KH. Abdul Fatah dalam perjalanan hidupnya di masa-masa selanjutnya.Kegiatan pertanian bersama orang tuanya ini, terus dilakukannya sampai meninggalkan kampung untuk mondok ke Gunung Tawang Wonosobo.
Bakat, tabiat dan watak KH. Abdul Fatah, semenjak kecil memang mencerminkan sebagai calon pemimpin, hatinya tulus, budinya baik, akhlaknya terpuji, kecerdasannya diatas rata-rata temanya, serta selalu taat beragama dan berbakti kepada kedua orang tuanya.

B. MASA MENGAJI DAN MONDOK
Selepas masa kanak-kanaknya, KH.Abdul Fatah ingin memperdalam pengetahuan agamanya kepada para ‘ulama.Ghirah dan hasrat yang kuat untuk menguasai ilmu-ilmu agama benar-benar terpancar dalam diri KH. Abdul Fatah, kelak cita-citanya meneruskan perjuangan para ‘ulama sebagai waratsatul anbiya, pewaris para ‘ulama.
Pondok Pesantren Gunung Tawang adalah tempat pertama kali KH.Abdul Fatah menaungi dunia pesantren.Dibawah asuhan Romo Kiyai Balqin, pemuda KH.Abdul Fatah meneruskan kajian agamanya yang pernah diterima dari ayahnya dan Kiyai di Kampungnya.Selain itu alat (Nahwu-Shorof), Ilmu Fiqih, Tauhid dan Tasyawuf merupakan materi yang dikembangkan di Pesantren ini.
Setelah usai merampungkan pendidikannya di Gunung Tawang, pemuda KH.Abdul Fatah meneruskan kajiannya kepada Kiyai Syuhada’, di Desa Pesantren Banjarnegara.
Dari pesantren, pemuda KH. Abdul Fatah terus mondok ke Pondok Pesantren Kaweden Banyumas, suatu desa yang berdekatan dengan kota Kroya. Di Pesantren ini, KH. Abdul Fatah senantiasa memperbanyak riyadhoh, Tirakat, puasa dan amalan-amalan lainnya yang dapat meambah taqarrub kepada Allah SWT serta membersihkan hati dan jiwa (tazkiyatul-Qalbi Wa tashfiatutunn - nafsi).
Dikisahkan, beliau pernah menjalani makan buah “Pace” (pahit rasanya) selama dua tahun.Beliau senantiasa ngliwet (menanak nasi) dengan mencampur beras dan kerikil, agar makannya tidak banyak, sebab setiap makan pasti memilah-milah kerikil terlebih dahulu.
Setelah mendapat izin dari gurunya untuk pulang atau pindah, pemuda KH.Abdul Fatah bermaksud pulang dahulu ke Sawangan.Akhirnya, jadilah beliau meninggalkan pesantren Kaweden dengan berjalan kaki, karena saat itu memang alat transportasi masih amat jarang.
Dalam perjalanannya, sesampainya di Desa Prakancanggah, sudah keburu sholat Maghrib (senja), sehingga KH.Abdul Fatah singgah di rumah Kepala Desa Parakancanggah masa itu, yang bernama Mbah Rebath.Meskipun maksudnya hanya ingin menumpang sholat saja, disini KH.Abdul Fatah bertemu dengan jodohnya, yaitu salah seorang cucu Kepala Desa.
Dikisahkan pula, sungguhpun sudah dinikahkan, KH.Abdul Fatah masih terus melanjutkan modoknya di Jawa Timur. Hal itu, selain isterinya masih berusia 6 (enam) tahun,  jugakarena persyaratan yang disodorkan oleh mertuanya. Wal hasil, berangkatlah KH.Abdul Fatah ke Jawa Timur.
Perjalanan Banjarnegara sampai Jawa Timur kurang lebih 350 KM. Ditempuh dengan berjalan kaki, sampai akhirnya menimba ilmu diberbagai pondok, antara lain di Pondok Pesantren Mangunsari, Pondok Pesantren Cepoko dan Pondok Pesantren Mojosari.Ketika Pondok Pesantren tersebut berada di Kabupaten Nganjuk. Disinilah KH. Abdul Fatah bertemu dengan beberapa teman yang dikemudian hari menjadi pelopor pendiri Jam’iyah Nahdlatul ‘Ulama seperti KH. Abdul Wahab Chasbulloh (pengasuh PP.Tambakberas Jombang Jawa Timur). Setelah dari Mojosari, beliau masih mondok lagi ke Pondok Pesantren Josremo Surabaya.Pengembaraan dalam menuntut ilmu dari Jawa Timur ini, dilakukan oleh KH.Abdul Fatah sampai kurang lebih 17 tahun.

C. PERNIKAHAN DAN KELUARGANYA
Seperti maklumi, KH.Abdul Fatah mengakhiri masa lajangnya setelah pulang dari Pondok Pesantren Kaweden Banyumas.Dalam perjalanan pulangnya, beliau singgah di rumah Kepala Desa Parakancanggah, Mbah Rebath, untuk menunaikan sholat Maghrib.
Dikisahkan, bahwa usai melaksanakan sholat Maghrib, Mbah Rebath terus berbincang-bincang dengan sang tamu (pemuda yang dulunya bernama Abdullah Faqih). Diantara isi percakapannya beliau menanyakan tentang, ” jati diri sang tamu, darimana dan mau kemana”, begitulah kira-kira ringkasannya. Sebagai seorang santri yang perwira dan tertanam jiwa ketulusan dan kejujuran. Pemuda tersebut menjawab dengan tegas, bahwa namanya Abdullah Faqih, “baru pulang dari Pondok Pesantren Kaweden Banyumas, kemudian akan menuju rumah di Desa Sawangan”.
Mendengar sang tamu baru mondok, Mbah Rebath tertarik sekali, sehingga beliau memanggil Danu, puteranya. Kata Mbah Rebath, ”Nu... ini ada tamu, santri Pondok, dari Sawangan, coba ditawari saja menjadi Kiyai disini, kalau bersedia akan saya buatkan Langgar (Mushola)”. Pemuda Abdullah Faqih akhirnya menjawab dengan sikap bijak, “ saya bersedia jika orang tua saya memberikan izin”, katanya. Setelah diadakan pertemuan antara Mbah Rebath, Mbah Danu dengan orang tua Abdullah Faqih, akhirnya maksud baik Mbah Rebath kesampaian juga, bahkan pemuda Abdul Fatah diminta pula untuk menikahi puterinya Mbah Danu yang bernama Sinun.
Seperti di jelaskan di atas, bahwa Sinun saat tergolong anak-anak (kurang lebih 6 tahun), sehingga setelah pernikahan praktis belum bisa berkumpul dalam satu rumah.Batulah seusai mondok dari jawa timur, KH.Abdul Fatah mulai menetap di Parakancanggah Banjarnegara.
Dari hasil pernikahan tersebut, Eyang Guru adalah KH. Abdul Fatah menurunkan tiga orang putri dan tiga orang putra.Siti Maryam adalah putri pertamanya yang meninggal dunia sebelum menikah, sedangkan putri yang ke dua Siti Badryah, yang menikah dengan KH.Damanhuri, kemudian Umi Kulsum merupakan putri beliau yang ke tiga, menikah dengan KH.Chamzah.
Putra ke empat Eyang Guru adalah KH. Hasan, menikah dengan Ny. Hj. Sama’ I dan Ny. Hj. Choeriyah. Kemudian Qomarudin sebagai anak ke lima, iya meninggal dunia sewaktu masih muda. Sedangkan putra ke enamnya adalah KH. Ridlo, menikah dengan Ny. Nafsiyah.
Dari ke enam putra-putrinya tersebut sampai saat ini ( 12 Robiul Akhir 1428 H ) menurut catatan penulis telah menurunkan 27 cucu, 98 cicit, 64 canggah dan 4 orang wareng. Mereka semua tersebar di berbagai kota di tanah air, yang berprofesi beraneka ragam. Di antara mereka ada yang menjadi Ulama’, Guru, Anggota Legislatif, Wirasswasta, Penjabat Pemerintah dsb.

D. MENDIRIKAN PONDOK PESANTREN
Setelah menghabiskan umurnya malang melintang dalam mencari ilmu agama diberbagai Pondok Pesantren, pada tahun 1897 M KH. Abdul Fatah pulang dari Pondok Pesantren Josremo. Setibanya di Banjarnegara, sang mertua dan istri sudah tidak sabar lagi menantikan Eyang Guru KH. Abdul Fatah. Sesuai rencana 17 tahun sebelumnya, santri tulen Abdul Fatah ahirnya benar-benar mukim di Desa Parakancanggah.
Kedalamanya terhadap ilmu-ilmu agama yang menjadikan KH. Abdul Fatah benar-benar sebagai seorang ‘Alim yang patut disegani. Tidaklah mengherankan jika kemudian disaat kepulanganya dari Jawa Timur beliau diikuti oleh banyak santri ( murid ). Sebagian santri tersebut sampai ada yang menikah di Parakancanggah, hingga wafat di situ pula.Dikisahkan, Skholehan adalah salah seorang santri yang berasal dari Nganjuk, iya wafat di Desa Sayer semasa masih berjuang.Maka, sudah selayaknya sampainya di Parakancanggah, beliau mendirikan sebuah langgar untuk para santrinya.
Tidak lama kemudian, karna posisi Parakancanggah wetan yang dekat dengan jalan raya, Eyang Guru berkeinginan hijrah ke tempat yang lebih tenang, yakni di Parakancanggah kidul ( Jambansari ). Di tempat inilah semenjak tahun 1901  M didirikan sebuah masjid, sekaligus Pondok Pesantren.
Pondok Pesantren yang sepeninggalanya beliau dinamakan “ Pondok Pesantren Al- Fatah ” ini merupakan salah satu tinggalan Eyang Guru, setelah bertahun-tahun mencari ilmu. Diharapkan sesuai dengan misi beliau selama mondok di Pondok Pesantren tersebut akan ber munculan kader-kader penerus Ahlussunah Waljama’ah ‘Ala- Madzhib Al- Arba’ah.
Semakin hari, Pondok Pesantren di Dusun Jambansari ini semakin mendapat simpati dikalangan masyarakat Banjarnegara terutama kaum muslim Parakancancanggah, hingga akhirnya benar-benar menjadi benteng pertahanan akhir Umat Islam Banjarnegara dari masa ke masa.

E. BERDAKWAH
ولتكن منكم امة يدعون الى الخيرويا مرون بالمعروف وينهون عن المنكر واولئك هم المفلحون (ال عمران 104)
“Dan hendaklah ada diantara kaum sekalian segolongan umat yang mengajak (manusia) kepada   dan menyuruh (mereka berbuat) yang ma’ruf dan mencegahkejahatan. Mereka itulah orang-orangmendapatkan keberuntungan” (Q. S Ali ‘mron :104).

ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي احسن (النحل 125)
“Serluruh (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang baik”   (Q. S An-Nahl :125)

Di ilhami oleh mutiara-mutiara ayat di atas, Eyang Guru juga selalu menda’wahkan agama islam dikalangan masyarakat Banjarnegara.
Pertama kali, Eyang Guru KH.Abdul Fatah berda’wah Bil-Lisan (denagan berceramah) di langgar yang baru saja beliau dirikan di Jambansari.Bentuk kegiatan da’wah dikemas dalam pengajian mingguan.Pengajian terbuka lebar bagi kaum Muslimin.Aktifitas semacam inilah yang sampai saat sekarang dikembangkan sebagai pengajian bulanan.
Kemudian berbagai hal juga ditempuh oleh Eyang Guru. Selain berupaya memberantas bentuk-bentuk kemaksiatan, Beliau gigih melawan penjajahan belanda, prinsip agama Hubbul-Wathon Minal-Iman, cinta tanah air sebagian dari iman benar-benar didada Eyang Guru hingga detik paling akhir menghembuskan nafas, kegigihannya dalam berda’wah nampak sekali pada Eyang Guru.
Kepiwaannya dalam mengajak masyarakat juga dituangkan dengan caraMujadalah Billati Ahsan, maksudnya memberikan bantahan kepada orang-orang yang belum mengikuti ajaran agama islam dengan argumentasi (alasan) yang baik dan tepat. Dikisahkan, bahwa masyarakat Parakancanggah dahulu kebiasaan “nanggap wayang kulit” setiap ada hajatan.Di dalam acara tersebut digunakan pula ajang perjudian dan kemaksiatan lainnya.Eyang Guru KH. Abdul Fatah lalu menawarkan “pengajian kitab” sebagai pengganti acara “wayangan”, dengan pertimbangan, selain mengirit biaya, juga lebih membawa manfa’at bagi tuan rumah, tamu undangan, maupun masyarakat. Setelah diupayakan sekali saja, akhirnya acara “pengajian kitab” tersebut lebih disenangi dari pada kebiasaan mereka “wayangan”.




F. PERGI KE TANAH SUCI DAN MENJADI MURSYID THORIQOH

Untuk menyempurnakan semua Ubudiahnya, Eyang Guru menunaikan ibadah Haji ke tanah Suci. Belum ditemukan sumber yang kuat, tentang kapan (tahun berapa) Eyang Guru menunaikan Haji yang pertama kalinya. Jelasnya, pada tahun 1918, beliau menunaikan ibadah Haji yang ketiga kalinya.Menurut penuturan Romo KH.Hasyim Hasan dari Mbah KH. Hasan, dikisahkan pada masa itu Eyang Guru dipercaya masyarakat Banjarnegara untuk memimpin jama’ah Haji wilayah tersebut, sehingga beliau dapat berkesempatan berziarah ke Makkah Al-Mukarrumah dan Madinah Al-Munawaroh beberapa kali. Mbah KH. Hasan sendiri pernah menyertai kepergian beliau dalam menunaikan ibadah Haji yang kelima kalinya.
lbadah haji Eyang Guru tahun 1918 M merupakan perjalanan yang paling bersejarah bagi beliau. Pada saat itu, selain menunaikan ibadah Haji, Eyang Guru juga memperdalam ilmu tashawufnya. Dikisahkan, beliau mengikuti suluk selama delapan puluh hari, sampai akhirnya ketanah air diberi izin oleh Gurunya, Syaikh Ali Ridlo ibn Syaikh Sulaiman Zuhdi untuk menjadi Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyyah Kholidiyyah di daerah Banjarnegara Jawa Tengah.
Semenjak itu, Parakancanggah selain pusat santri dan kaum muslimin, juga diwarnai dengan kegiatan suluk yang dilakukan oleh para murid Thoriqoh.Para santri tidak hanya terbatas anak-anak atau kalangan muda saja, mereka yang sudah dewasa bahkan berusia lanjutpun bisa mondok di situ.

G. KEPULANGAN KE RAHMATULLAH


Semua makhluk, termasuk manusia, pasti akan menemui ajalnya. Hanya Allah SWT lah tetap akan BAQO’ (abadi). Eyang Guru KH.Abdul Fatah akhirnya juga tidaklepas dari ketentuan Allah SWT tersebut. Pada hari Rabu, tanggal 20 Robi’ul Akhir 1361 H(bertepatan tahun 1941 M), Eyang Guru Romo KH. Abdul Fatah berpulang keharibaan Allah SWT Tuhan pemilik sekalan alam.Inalillahi wa ina ilaihi roji’un. Usia Almaghfurlah KH. Abdul Fatah saat itu kurang lebih 81 tahun.Betapa banyak pemikiran, perjuangan dan jasa-jasa beliau tinggalkan.Adalah kewajiban kita, meneruskan perjuangan beliau. Kita patut meneladani kegigihan, ke-juhudan , jihad dan mujahadah beliau semenjak kanak-kanak, merantau mencari ilmu hingga menjadi ‘ulama.


KH. HASAN FATAH

A. Sejarah Kecil
MbahHasanadalahputraketigadariMbah Abdul Fatah, namaaslibeliauadalahbalya.
B. Pendidikan
Mbahhasanpernahmenuntutilmu (mondok) di TermasJawaTimur, tetapibeliautidakcukup lama mondok di Termas, beliaulebih lama menuntutilmu di Makkahbersamaandenganhajinya yang pertama.MbahHasandiajakuntuknaik haji olehMbah Abdul fatahpadatahun 1921.Beliauhampirduataun.SepulangbeliaudariMakkah,beliausempatmembantuayahnya (Mbah Fatah) dalampembangunanPondokPesantren Al-Fatah.
MbahHasanmempunyaibanyakkelebihan, salahsatunyayaitu, beliausepertimemilikiilmuladunni (ilmu yang langsungdiberikanolehAlloh SWT), secaraDisformalMbahHasanbelajarsecaraotodidak, secarabahasapesantrenMbahHasanmempnyaisyir-syir (ilmu yang menyatudarialam). BeliaumendapatkankelebihanitukarenabeliauseringberistiqpmahmenghadiahifatihahkepadaNabiyullohKhidzir Al Balkani (Balkan yang bertempat di Bosnia).
C. Perjuangan
FaktamenunjukanbahwaJam’iyah NU (NahdlatulUlamma) secarastrukturalmasukkeBanjarnegarabarupadatahun 1952,yangdipeloporiolehMbahHasan Fatah.KarenasaatEyang guru Abdul fatahmasihhidup,beliauhanyamengamalkanajaran NU ataudisebutjugaEyang Guru Abdul Fattah penganut NU secarakultural.
SaatituKyaiRidwan/korda NU BnayumasbersamaKyaiHisyamZuhdi,KyaiSuheni, danKyaiMarehmenghadapMbahHasan Fatah agar mempelopripendirian NU di Banjarnegara.
Kepadaparatamukyaitersebut,Mbahhasan Fatah mintawaktuistikhoroh.Dan seminggukemudianKyaiRidhwanbersamarombongansowankepadaMbahHasanmenanyakanhasilistikhorohnya.
Alhamdulillah saatitujugatejadikesepakatanuntukmembentukNahdlatulUlama di Banjarnegarapadatahun 1952 itulahcikalbakalberdirinya NU struktural di Banjarnegara.
MbahHasanterkenalmemilikiukhuwahtingggikarenabeliauselalumembangunsilaturrahimdengantokohorganisasidiliuarpondokantara lain:
1.KH. Ahmad BusyeriadalahTokohbesar SI (syariatislam)
2.KH. Muhammad HummamadalahTkhbesarMuhammadiyyahBanjarnegara
3.H.M. SoedjirnoadalahtokohNasionalisBanjarnegara yang disegani di daerahBanjarnegaradansekitarnya.
AlmaghfurllahMbahHasan Fatah adalahMursyidTohriqohNaqsabandiyahAnNahdliyah yang berdomisili di Ponpes Al fatahBanjarnegaradantelahmelebarkansayapnyake-KabuapatenWonosobo,Banyumas,Kebumen,Batang.
SetelahTohriqohNaqsabandiyahdihidupkankembaliolehAlmarhumAlmaghfurllahKH.Hasan Fatah, makaperkembanganmurid-muridnyasangatpesat, sampai di Lampung,Jakarta danbeberapadaerah lain. BeliaujugasalahseorangpenguruswilayahIdarohwusthoTohriqohNaqsabandiyahJawa Tengah.
Dan Alhamdulillah perkembanganThoriqohsaatinimasihberjalanbaik.Dalamwaktu 1 tahunadakegiatansulukdariwargathoriqohsebanyak 3 kali yaitu,bulansuro (Muharram),Rajab danRamadhan.Karenafasilitastempatmasihterbatas ,makaparaikhwanthoriqoh yang akanmengikutikegiatansulukdibatasi/bergilir.
DalampengelolaanPondokpesantren Al fatahMbahHasanfatahdibantuoleh KH.Ridhofatah (adikbungsu) dan KH. Ahmad Dalimi (Menantu). Selanjutnyapadatahun 1975atasijindanrestuMbahHasan Fatah, KH AlieHananfatahbersamaKyaiZaenalabidinmenghadapnotaris Rm. Suprapto, SH di Semaranggunamendapatkanlegalisasisebagaibadanhukumyayasan.

D. Pernikahan
BeliaudinikahkandenganjandaanaksaudagarMbahPutriSomadketurunankeratonjogjabernamaNy. Sama'i. Mbahhasanadalahseorang yang lincah, politikus, kyai, danulama'. Dan beliaubergabungdalam AUI (AngkatanUlama Islam) yang berlokasi di somalayu,Kebumen. Waktuitu AUI sudahmelakukanpemberontakankepadaBelanda.Beliaumenjadiprajurit di AUI selamasatutahun.Berbedapadawaktuitumasyarakat
Indonesia memberontakBelanda yang bersenjatakanbamburuncing, sedangkanbeliaumenggunakantasbih. Padawaktuitu, BelandakesulitanmencariDesaSomalayu.
SebenarnyaMbah Fatah tidaksetujujikaMbahHasanbergabungdalam AUI.Kemudianmeletusgerakankemerdekaanindonesia, padasaatitujugakeluargabeliau di suruhuntukmengungsisemua.KeluargaMbahHasanmenungsikeWatubelah, karenamerasatidakamanbeliauteruspindahkearahtimurtepatnya di Kaligowa, Kaliwiro, perbatasanBanjarnegara, Wonosobo, Kebumenselamaduatahun.Selamamengungsibeliaujugamenyebarkan (dakwah) secaratertutupatauterselubung, dengancaraberdagang. Padasaatbelandagencargencarnyamenggempur Indonesia, termasukkomplek PP Al-Fatah, di bumihanguskanolehbelanda, KH.Hamzahmenjadikorbannya.



E. PeloporKemerdekaan Dan NU
Setelahkemerdekaan RI keluargaMbahHasanpulangdanmendirikanpondok, danmasjid denganbambu.Salah satusantrinyaada yang dari Sumatera, bahkan Malaysia.WaktuitusantrimbahHasankuranglebih 20 santri.Tapidari 20 santritersebutmerekaberhasilmenadi orang besar, Ulama'.Salah satunya KH.Muntaha, KH. Hasan (GunungTawa), KH.ZainudinTempel (Kretek).
MbahHasanadalah orang salaf, Beliau di tunjukuntukmengurusiToriqoh, dan di bantuolehistrinyaNy.Samai' danbeliauadalah orang pertama yang mendirikan madrasah di Banjarnegara, yang padawaktuitumasih di beri SR(Sekolah Rakyat).
Orang NUmengusulkanuntukmendirikanMWB(Madrasah WajibBelajar).MWB didirikanpadatahun 60-an, yang mengusulkanadalahKH.Syafrudin (mentri agama semasapresidensoekarno).
MbahHasandulunyabukan di pihak NU tetapi di pihak SI.Jugaikutmengurus MASYUMI.Suatusaatketikambah Fatahwafat,  Beliaubingung, Pilih SI atau MASYUMI. Setelahitubeliaubermimpibertemu KH.Rifa'i, SetelahitubeliaumenemuiKH.Rifa'idanbeliau di suruhmasuk NU.BeliaujugaikutToriqohdanQiro'ahSab'ah di tempatKH.Rifa'iselama 40 hari.
MbahHasanpadawaktuitujugaikutsertadalammendirikan NU.Padasaatitu NU pertama di asrikan di PurworejoKlampokKabupatenBanjarnegarasebagaipusatnya.Dalammendakwahkan NU MbahHasanharusbekerjakeras, sepertiharusberjalan kaki puluhan kilometer, paling ringanmenggunakansepeda.
MbahHasanadalahpeloporpembangunan masjid Al-Fatah sekitarTahun 60-an. MbahHasantidakmau di sebutmenjadipimpinan.Karenamenurutbeliau, Iniadalahpondokpesanntrenbukanperusahaan.
SetelahNy. Samai'istriMbahHasanwafat, BeliaumenikahlagidenganNy.Khoiriyah.PutridariKH.Baedlowi,Lasem, Rembang.
MbahHasanadalahseorangkyaiahliTashawuf.Beliauselalumemperhatikankesehatan, pendidikan, politik, dankemajuan.

F. KepulanganKeRahmatulloh
Tidak lama denganpernikahanbeliaudenganNy.Khoiriyah, MbahHasanmengalamisakit yang sangatparah (struk), beliausudahberusahaberobatkemanapunbelumadadokter yang bisamengobatipenyakitnya.Suatuketikabeliau di do'akanolehMbahja'farBukateja. Dan Alhamdulillah beliaumasihbisabertahanhingga 9,5tahun, tapiselamaitubeliaususahuntukberbicara.
HinggapadasuatuhariAllah SWT menghendakibeliauuntuksowankepada-Nya, Innaalillahiwainnaailaihiroji'uun.Beliauwafatpadatahun 1990, dandimakamkanpadatanggal 1 suro.


 KH. HASYIM HASAN FATAH

A. Sejarah Kecil
Dilahirkan di dusun Jambansari Parakancanggah pada tanggal 7 Juli 1938 dengan nama Hasyim. Putera pertama dari tujuh orang putera-puteri KH. Hasan Fatah dengan Ny.  Sama'i ini sejak kecil tumbuh dan berkembang di bawah asuhan ayah da ibunya di lingkungan Pondok Pesantren yang telah di rintis oleh kakeknya KH. Abdul Fatah, putera Kyai Naqim (Maqim) dari sawangan Madukara.
Saat beliau kecil masih menjumpai kakeknya.Saat kakeknya wafat, beliau masih berusia 4 tahun. Kondisi ini sangat memberikan pengaruh kejiwaan padanya disaat beinteraksi dengan sang kakek yang terkenal seorang yang 'alim, faqih dan riyadloh.
Sementara ibunya, Ny. Sama'i merupakan puteri ketiga dari H. Abdusshomad Koplak, Banjarnegara.Kakek dari ibunya ini diriwayatkan berasal dari Yogyakarta.

B. Pendidikan
Beliau mendapat bimbingan dan pendidikan  agama langsung dari ayahnya saat kecil . Menurut riwayat, ayahnya sangat keras sekali dalam membimbing mengaji kepadanya agar mampu mengaji.Di samping itu, beliau juga pernah mengaji kepada Kyai Ahmadi di pesantren Purwanegara.
Di sela-sela mengaji tersebut, Beliau  juga belajar di Sekolah Rakyat (SR) hingga tamat pada tahun 1953, kemudian meneruskan di SMP PGRI (sekarang menjadi Perguruan Taman Siswa) Banjarnegara hingga selesai pada tahun 1957.Selepas dari SMP, ia meneruskan pendidikan di PP Al-Wahdah Lasem Rembang, di bawah asuhan romo KH. Baedlowi Abdul Aziz.
Selama mondok di Lasem inilah pribadi beliau benar-benar di bentuk sebagai calon `ulama' dengan menempa diri untuk memperdalam ilmu agama.Ketekunannya di pondok hingga dipercaya menjadi lurah pondok di PP. Al-Wahdah Lasem, sehingga selain mengaji beliau juga di minta membantu Kyai untuk mengajar para santri serta ikut berdakwah di masyarakat. Pengalaman menjadi lurah pondok ini juga nantinya menjadikan pribadi beliau yang tengah menginjak usia remaja mampu mengorganisir dakwah di masyarakat maupun di pesantren.

Saat mondok di Lasem semua 'Ulama' yang ada menjadi tujuannya dalam mengaji, sehingga selain mengaji kepada KH. Baedlowi Abdul Aziz, juga mengaji kepada Mbah KH. Ma'shum, Syaikh Masduqi dan KH. Thoblawi Tuyuhan. Kyai Hasyim juga pernah tabarukan di tempat KH.Asya'ari PP. Poncol Beringin Salatiga untuk mengaji kitab Shahih Bukhori.

C. Pernikahan
Setelah lama mondok di Lasem, akhirnya Allah SWT.Mentakdirkan Kyai Hasyim mejadi menantu gurunya yaitu KH.Thoblawi Tuyuhan pada tahun 1962. Kyai Hasyim menikah dengan Ny. Siti Mas'udah puteri ketiga dari KH.Thoblawi Tuyuhan dengan Ny.Hj.Rabi'ah Adawiah Tuyuhan.KH.Thoblawi adalah putera pertama KH.Ibrohim, seorang 'ulama' dari Tuyuhan Lasem yang memiliki garis keturunan dari Mbah Sambu (Sayyid Abdurrahman Basyaiban) Lasem.
Setelah menikah, Kyai Hasyim masih meneruskan ngaji di pondok.Tiga tahun kemudian pada tahun 1965, beliau mulai hidup bersama istri dengan memboyongnya ke parakan canggah.
Kehidupan awal rumah tangga beliau benar-benar dimulai dari titik nol, sehingga lika liku kehidupan yang serba sulit pernah dilaluinya.Meski demikian, kesibukanya mencukupi kehidupan keluarga tidak menghalanginya untuk terus membantu ayahnya dalam mengajar mengaji kepada para santri.
Dari pernikahan tersebut, hingga wafat Kyai Hasyim di karuniai 8 anak dan 16 cucu.Semua putera-puterinya senantiasa tidak pernah lepas dari pendidikan pesantren.

D. Pelopor pengembangan P.P Al-Fatah
Perkembangan dan kemajuan PP Al-Fatah saat ini tidak terlepas dari pemikiran dan perjuangan Kyai Hasyim.Saat pulang dari pesantren Lasem, kondisi PP Al-Fatah masih sangat sederhana.Saat itu yang berkembang hanyalah murid Thoriqoh Naqsabhandiyyah- Kholidiyyah dan Pondok putera.Dari sisi fisik pun juga hanya berupa bangunan masjid dan kamar santri saja.
Melihat kondisi yang seperti ini dalam catatan  pribadinya Kyai Hasyim pada awal perjuangannya bersama ayahnya KH. Hasan Fatah, pamanya KH. Ridlo Fatah dan adiknya KH.Ali Hanan membenahi dan mengembangkan PP Al-Fatah agar semakin maju dan berkembang.
Usaha tersebut semakin gencar lagi saat beliau meneruskan ayahnya sebagai pengasuh dan mursyid Thoriqoh semenjak di tinggal wafat ayahnya pada tahun 1990. Di antara perjuangan dan pengembangan PP Al- Fatah Banjarnegara yang beliau pelopori antara lain :
1.                   Pembangunan Aula PP Al-Fatah
Pembangunan ini bermula karena belum adanya tempat pengajian bagi ibu-ibu muslimat di lingkungan pondok. Akhirnya tanah wakaf Mbah KH. Hasan Fatah yang asalnya berupa kolam di bangunlah aula dengan dana yang didapat dari swadaya jama'ah serta ikhwan Thoriqoh.
2.                   Pembangunan Pondok pesantren Putri Al-Fatah
Perintis dan pembangunan PP Puteri Al-Fatah ini di awali dengan upaya mencari dana untuk memberi tanah dari keluarga almarhum Mbah KH. Hamzah hingga pembangunan gedungnya. KH hasyim saat itu bertindak sebagai ketua panitia, Mbah KH. Ridlo sebagai sekertaris, sementara KH. Ali Hanan yang berusaha mencari donasi dari pihak luar (pemerintah). Atas usaha keras ini, akhirnya terbangun dua lantai untuk PP Puteri Al-Fatah.

3.                   Pembangunan Gedung Pasulukan
Pada mulanya tempat pasulukan sangatlah sederhana, sehingga di kembangkan dengan pembangunan gedung berlantai dua. Pembangunan ini juga di pelopori KH. Hasyim Hasan bersama Mbah KH. Ridlo Fatah. Adapun pendanaan berasal dari infaq para ikhwan/ikhwati Thoriqoh.

4.                   Pengembangan Tanah Wakaf
Karena sangat terbatasnya lahan PP Al- Fatah, KH. Hasyim bersama KH. Ridlo memprakarsai perluasan tanah wakaf di daerah Pacet dengan mengajak ikhwan/ ikhwati Thoriqoh untuk turut andil dalam wakaf. Tanah yang dibeli adalah tanah keluarga almarhum KH. Hamzah saat ini bisa dimanfaatkan untuk gedung MTs Al-Fatah, SMK Al-Fatah dan MA Al-Fatah.

5.                   Pembangunan Sekolah Formal di Lingkungan PP Al-Fatah
Rintisan sekolah formal di lingkungan di mulai dengan pendirian Yayasan PP Al-Fatah pada tahun 1975 yang di ketahui pertama kali oleh Kyai Hasyim. Dari sinilah kemudian KH. Ali Hanan di bantu KH. Zainal Abidin merintis berdirinya sekolah MTs, MA hingga SMK. Terlebih setelah Kyai Hasyim Agak terganggu kesehatanya, kepengurusan Yayasan Al-Fatah di teruskan KH. Ali Hanan.



6.                   Pembangunan Masjid PP Al-Fatah
Gagasan renovasi Masjid, di munculkan KH. Hasyim setelah beliau pulang menunaikan ibadah haji yang ke dua (1997), hingga akhirnya saat ini masjid dibuat menjadi dua lantai. Sebagian besar dana pembangunan Masjid berasal dari infaq ikhwan dan ikhwati Thoriqoh serta para jama'ah Masjid.


7.                   Pembangunan Asrama Putera PP Al-Fatah
Karena kondisi bangunan semakin memprihatinkan, KH. Hasyim mempelopori pembangunan asrama putera dengan dari para ikhwan/ikhwati Thoriqoh serta para wali santri. Pembangunan tahap pertama pada komplek asrama sebelah barat yang dibangun dua lantai. Kemudian tahap kedua komplek asrama sebelah timur hingga menjelang akhir hayat beliau,Al-hamdulillah atas izin Allah swt telah berdiri tegak dua unit gedung asrama puetra dua lantai beserta kamar mandi yang sangat representatif.

E. Kegigihannya sebagai pendidik

Setelah menikah, kehidupan Kyai Hasyim diawali dari titik nol. Sebagai alumni pesantren, Kyai Hasyim memiliki aktifitas yang utama membantu ayahnya KH. Hasan dalam mengajar para santri. Meskipun kondisi ekonomi serba pas – pasan semangat Kyai Hasyim untuk mendidik santri tidak pernah lelah.

Pada mulanya, Kyai Hasyim mengajar pengajian kitab – kitab kuning bersama KH. A. Dalimi. Disamping itu pernah pula K. Azizi Thoblawi dan KH. Mujtahidi Thoblawi (adik Ibu Ny. Hj. Mas'udah Hasyim) saat masih lajang turut membantu mengajar mengaji.

Kegiatan rutin KH. Hasyim di pondok biasanya setiap ba'da shubuh sorogan kitab santri putri, ba'da dluhur sorogan kitab santri putra, kemudian ba'da ashar mengaji kitab, dilanjutkan ba'dal 'isya juga untuk mengaji hingga larut malam.

Di siang hari disamping bertani, Kyai Hasyim juga pernah berdagang serta menjadi guru honorer di PGAN Banjarnegara selama 6 tahun serta menjadi Hakim Honorer di Pengadilan Agama Banjarnegara.

Kegiatan pengajian kitab tersebut semakin padat lagi jika telah memasuki bulan Ramadhan. Pengajian bulan Ramadhan dilakukan hampir tiap waktu sampai malam hari.

Kegiatan pengajian kitab ini dilakukan Kyai Hasyim dengan sangat telaten dan istiqomah. Sampai terkadang jika santri belum ada yang datang, beliau tidak segan-segan untuk mengaji.

Saat ayahnya KH. Hasan wafat pada tahun 1990, aktifitas Kyai Hasyim semakin padat lagi. Dimana beliau beliau selain menjadi pengasuh PP Al-Fatah, juga sebagai mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyyah Kholidiyyah. Aktifitas Kyai Hasyim di samping mengajar mengaji santri juga membimbing para murid Thoriqoh, terutama di saat sedang suluk di bulan Muharram, Rajab, dan Ramadhan.

Bagi masyarakat Kyai Hasyim merintis pengajian  selapanan setiap hari Ahad wage beserta Pengurus Cabang NU Banjarnegara saat itu di aula PP Al-Fatah. Pengajian ini hingga saat ini masih terus berlangsung. Kemudian beliau juga merintis pengajian kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali setiap Ahad pagi di serambi Masjid Al-fatah.

Di saat putra-putri beliau telah selesai mondok, kegiatan pengajian Kyai Hasyim dibantu oleh putra-putri serta putramenantu beliau. Salah satu sifat yang beliau miliki sepengetahuan penulis, Kyai Hasyim senang mengkader yang muda-muda untuk turut mengajar mengaji dan berjuang. Pengalaman penulis, saat bulan Sya'ban 1416 H menikah dengan putri beliau (Fitri Muhlishoh ), pada bulan Ramadhan langsung diminta mengajar kitab yang cukup banyak, meskipun secara fisik beliau masih memungkinkan mengajar.

Begitu pula disetiap menghadiri pengajian di masyarakat, beliau sering mengajak yang muda-muda untuk berkiprah. Pengalaman penulis sendiri, jika mendampingi beliau di setiap pengajian, beliau sering menyuruh penulis memberikan pengajian dahulu, baru kemudian beliau memberikan mau'idlah yang terakhir dan menutup dengan doa.

Karena itu, setelah beliau sakit cukup parah pada tahun 2003 di RSU Margono, meski secara fisik kesehatan menurun, namun beliau tetap terus mengajar dan membimbing. Beliau selalu mengontrol jika ada pengajian yang masih kosong untuk diisi. Bisa dikatakan, dalam kondisi sakit, Kyai Hasyim membimbing yang muda-muda dengan cara memberikan kesempatan dan dorongan kepada mereka untuk mbadali (menggantikan) jadwal mengaji beliau.Beliau sangat gembira sekali jika melihat yang muda-muda bisa mengajar ngaji kapada para santri maupun masyarakat.

Walhasil,meskipun beliau sudah lemah fisiknya masih terus membimbing dan mendidik sampai tatkala detik-detik menjelang wafat, beliau sebenarnya dalam posisi menghadiri pengajian kitab kifayatul atqiya' bersama para kyai yang diadakan rutin oleh idaroh syu'biyyah Jam'iyyah ahlith Thoriqoh al-Mu'tabaroh al-Nahdliyyah Kabupaten Banjarnegara.


F. Perjuangannya Membentengi Aswaja

Di sela-sela mengajar dan berbagai aktifitas tesebut, Kyai Hasyim selalu menyempatkan aktif diberbagai organisai kemasyarakatan dan keagamaan, terutama di bawah naungan Nahdlatul Ulama' (NU). Diawali sebagai ketua PCGP Anshor Kabupaten Banjarnegara, kemudian menjadi ketua PCNU Banjarnegara, Rois Syuriyah PCNU Banjarnegara, mustasyar PCNU Banjarnegara, Rois Idaroh Su'biyyah Jam'iyyah ahlith Thoriqoh al-Mu'tabaroh al-Nahdliyyah (JATMAN) Kabupaten Banjarnegara, Rois Awwal Idaroh wustho JATMAN Provinsi Jawa Tengah dan anggota Majlis Ifta' Idaroh aliyah JATMAN.

Perjuangan KH. Hasyim selain menjadi guru, ustadz, kyai, hakim juga dihabiskan untuk memperjuangkan Jam'iyyah Nahdlatul Ulama' hingga akhir hayatnya. Seperti diketahui, saat beliau wafat, Kyai Hasyim masih tercatat sebagai Mustasyar PCNU Banjarnegara dan Rois Idaroh Syu'biyyah JATMAN Banjarnegara.

Semangat perjuangan KH. Hasyim melalui Jam'iyyah NU karena didasari perjuangan untuk membela 'aqidah ahlisunnah wal jama'ah (ASWAJA). Menurut pengamatan penulis, KH. Hasyim jika dalam kondisi sehat selalu berusaha hadir di setiap ada acara pertemuan para 'alim 'ulama', baik pada forum Muktamar NU, Muktamar Thoriqoh, Munas NU, Munas Thoriqoh maupun Manaqib Kubro Thoriqoh. Kecintaan pada Jam'iyyah NU dan Thoriqoh dilandasi karena kecintaan beliau pada para 'ulama' sebagai pewaris para nabi. Beliau sangat senang sekali bila bisa silaturrahim dengan para 'ulama' .

G. Pertemanan dengan Gus Dur
Ketekunan Kyai Hasyim dalam menggerakan Jam'iyyah NU menjadikan dirinya memiiki relasi dengan para tokoh NU baik tingkat lokal maupun nasional. Relasi yang sangat erat terjadi dengan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Menurut Kyai Hasyim, kedekatan dengan Gus Dur bermula saat acara halaqoh di Cilacap, kemudian diteruskan saat Gus Dur bersedia menjadi pembicara saat Haflah Akhirussanah PP Al-Fatah serta Apel Akbar NU di Alun-alun Banjarnegara.

Kejadian yang tak pernah terlupakan bagi Kyai Hasyim bersama Gus Dur adalah, tatkala akan menuaikan ibadah haji pertam kali pada tahun 1991. Saat itu karena Kyai Hasyim menuaikan ibadah haji dengan paspor hijau mendapat kesulitan mengurus visa di Kedutaan Saudi Arabia, karena musim haji tahun itu bersamaan presidan Soeharto juga menuaikan ibadah haji, sehingga sangat ketat sekali bagi mereka yang akan berhaji dengan paspor hijau.

Di tengah keputusasaan untuk mengurus visa tersebut, Kyai Hasyim sowan ke Gus Dur yang saat itu menjadi Ketua Umum PBNU di kantor PBNU Jl. Kramat Raya. Saat bertemu  Gus Dur Kyai Hasyim menceritakan niatnya untuk pergi haji dan Gus Durpun menyambut dengan senang sekali, namun Kyai Hasyim menceritakan kesulitan mengurus visa, spontan Gus Dur mengetik sendiri untuk membuat surat ke Kedubes Arab Saudi, setelah mendapat surat tersebut Kyai Hasyim segera bergegas ke Kedubes Arab Saudi dengan menyampaikan surat dari Gus Dur. Akhirnya atas izin Allah, tidak berselang lama Kyai Hasyim diberi visa oleh Kedubes Arab Saudi dan segera berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji.

Kedekatan Kyai Hasyim dengan Gus Dur juga penulis saksikan sendiri, saat penulis akan wisuda S-2 di IAIN(UIN) Syahid Jakarta pada tahun 1998,saat itu meski Gus Dur dalam kondisi sudah tidak bisa melihat, baru mendengar suara Kyai Hasyim langsung menyambutnya dan mengenali akan kehadiran Kyai Hasyim dan Nyai Hasyim, sehingga Gus Dur mengajak bicara cukup lama seperti sahabat yang lama tak bertemu.
Pertemuan Kyai Hasyim dengan Gus Dur berikutnya Setelah Gus Dur tidak menjadi presiden. Sehabis menghadiri acara walimatul 'Ursy di Kebumen Gus Dur menyempatkan silaturahim ke kediaman Kyai Hasyim.

H. KH. Hasyim Hasan Wafat

Dalam perjalanan hidupnya, Kyai Hasyim pernah mengalami dua kali kecelakaan lalu lintas yang cukup parah.Pertama saat perjalanan dari Banjarnegara menuju Wonosobo yang mengakibatkan patah tulang.Kedua saat perjalanan pulang dari Demak ke Banjarnegara. Dari kedua peristiwa tersebut, secara medis memberikan dampak yang cukup berpengaruh pada kesehatan Kyai Hasyim di masa masuki usia senja.
Pada tahun 2003, setelah menunaikan shalat Idul Fitri Kyai Hasyim merasa kurang sehat.Akhirnya, karena di Banjarnegara para dokter Rumah Sakit masih banyak yang cuti dibawa ke RSUD Margono Purwokerto.Setelah di bawa ke RSUD Margono rupanya kondisi kesehatan beliau semakin parah, sehingga sempat dirawat hampir satu bulan.Atas izin Allah swt, Kyai Hasyim masih diberi umur panjang dan diberi kesembuhan.
Meskipun telah sembuh di usianya menginjak 66 tahun tersebut, kondisi fisik Kyai Hasyim mualia menurun, sehingga banyak aktivitas yang mulai dikurangi dengan memberikan kepercayaan kepada yang muda-muda untuk menggatikan. Selain dari itu, sejak sakit yang cukup parah tersebut, Kyai Hasyim berkali-kali masuk Rumah Sakit, baik di RSI Banjarnegara, RSUD Banjarnegara maupun RSU Nirmala Purbalingga.Bahkan pernah pula berobat ke Rumah Sakit Paru-paru Salatiga.

Menjelang Kyai Hasyim wafat, sebenarnya kondisi beliau sedang tidak merasakan sakit yang berarti.Bahkan bisa dibilang saat menjelang wafat beliau dalam kondisi sehat sekali dibandingkan hari-hari sebelumnya.
Enam hari sebelum wafat (Minggu Pon, 14 April 2013) Beliau mengundang seluruh anak cucu Mbah KH.Hasan untuk mengadakan pertemuan Bani Hasan Fatah di kediaman beliau.Dua hari sebelum acara tersebut, beliau memerintahkan penulis untuk membuatkan undangan. Akhirnya pertemuan pun terlaksana pada hari Minggu Pon tersebut mulai jam 09.30. Keluarga besar Bani KH.Hasan Fatah yang tinggal di Banjarnegara hampir semua menghadiri acara tersebut.Acara ini menjadi istimewa karena tidak mengira jika saat itu merupakan ajang pertemuan terkhir Kyai Hasyim, karena enam hari setelahnya beliau wafat.
Pada hari Selasa Kliwon, 16 April 2013, Kyai Hasyim ta'ziyah ke Wonosobo atas wafatnya KH. Taftazani Damanhuri, sepupu beliau ( Ibu KH. Taftazani adalah kakak Mbah KH.Hasan). Bahkan saat pelepasan di Masjid Al-Fatah pun Kyai Hasyim juga melepasnya dengan memberikan sambutan dan doa. Banyak yang merasakan bahwa saat memberikan sambutan tersebut, Kyai Hasyim nampak sehat dan lantang sekali suaranya.
Pada hari Kamis, 18 April 2013, KH.Ahmad Warson Munawwir wafat. Bagi Kyai Hasyim hubungannya dengan Kyai Warson semakin dekat karena sama-sama memiliki putra yang besannya sama dari Kediri. Karena itu,  putera-puteri beliau banyak yang bertakziyah ke Yogyakarta. Pada hari Jum'at, 19 April 2013 pagi, penulis seperti biasa setelah dari Yogyakarta menjumpai beliau kediaman. Kyai Hayim tampak sehat sekali, menanyakan kabar dari Yogyakarta, menanyakan petugas khotbah Jum'at, di mana saat itu jika petugas berhalangan pesan beliau supaya penulis menyiapkan diri menjadi badal. Jum'at siang, beliau menuaikan shalat jum'at yang kebetulan berangkat ke Masjid beriringan dengan penulis.
Saat shalat Jum'at di mana penulis menjadi Khotib beliau benar benar tampak sehat. Seusai Khotbah, beliau mengingatkan adiknya KH. Bunyamin agar nanti di adakan sholat ghoib untuk untuk al-Maghfurlah KH. Warson Yogyakarta. Seusai sholat Jum'at, beliau juga memimpin langsung acara tawajjuhan, penulis juga masih sempat menemani beliau di ndalem untuk duduk-duduk dan berbincang-bincang di ruang tengah.Salah satu materi perbincangan adalah menanyakan persiapan acara ziaroh wali songo dan pengajian Sabtu Wage. Disaat bincang-bincang, beliau juga menerima tamu wali santri dari Bakal, Batur dengan anaknya yang sebentar lagi akan mengikuti UN Mts. Kyai Hasyim terus memberikan arahan untuk shalat malam dan banyak membaca shalawat.
Pada Jum'at malam Sabtu (ba'da isya'), penulis menelpon di ruang tengah ndalem, kemudian karena beliau mendengar suara penulis, beliau memanggil-menggil dari dalam kamar untuk di tuntun ke ruang tengah. Saat duduk-duduk di ruang tengah beliau banyak mengajak berbincang-bincang dengan penulis, termasuk menanyakan jumlah jama'ah ziaroh walisongo berapa bus dan dari mana saja serta persiapan acara pertemuan Kyai besok Sabtu Wage. Tidak lama kemudian, istri penulis (Hj. Fitri ), Mbak Hj. Durroh, Mas H. Syafi' dan temasuk Ibu Ny. Hj. Hasyim ikut berkumpul bersama.Pembicaraan akhirnya semakin hangat lagi hingga agak larut malam.
Sabtu Wage, 20 April 2013, dikisahkan beliau malam harinya banyak nderes surat-surat pendek dan membaca sholawat.Bahkan, kegiatan itu dilakukan beliau juga beberapa malam sebelumnya.Sampai waktu shubuh, beliau masih menunaikan shalat shubuh.Sehabis shalat shubuh, seperti biasa beliau duduk di ruang tengah, lalu ketika matahari mulai terik berjemur hingga menjelang pukul 09.00 setelah berjemur kemudian kembali ke ruang tengah untuk persiapan sarapan pagi. Saat itu juga masih ada tamu yang mengkhabarkan akan bai'at thoriqoh serta ada santri yang minta do'a restu akan mengikuti perlombaan porseni yang dilaksanakan hari itu di aula PP Al-Fatah. Setelah selesai makan pagi beliau istirahat di kamar, sambil pesan bila nanti telah berkumpul para Kyai di ruang depan akan menghadiri acara pengajian kitab Kifayatul Adqiya' tersebut.
Tidak berapa lama, sekitar pukul 09.50 menjelang dimulainya acara pengajian, beliau terasa pegal dan sesak. Saat itu telah berkumpul sekitar 50 lebih para Kyai yang akan mengikuti pengajian dan musyawarah. Akhirnya beliau berpesan supaya penulis memulai acara musyawarah para Kyai terebih dahulu.
Karena kondisi beliau semakin kurang baik, sekitar pukul 10.30 keluarga akhirnya membawa beliau ke RSUD Banjarnegara. Setelah di UGD RSUD Banjarnegara tidak berapa lama kemudian sekitar pukul 11.15 Allah SWT menghendaki beliau untuk sowan kepada-Nya, Innaa lillahi wa innaa ilaihi roji'uun.

(Tulisan ini di ambil dari berbagai sumber dan keterangan saksi serta dokumentasi / catatan Almaghfurlah)

1 komentar:

  1. JAMBET | Casino Rewards - JamBase
    JAMBET 파주 출장마사지 is one 삼척 출장안마 of the most 강원도 출장안마 popular 김포 출장안마 casino rewards program. We offer the best rewards 논산 출장안마 in a wide range of casino rewards tiers.

    BalasHapus